/ INDONESIAN / LIFE

Bisa Jual Software Seharga 2 Milyar?

Dahulu saya sempat kuliah di jurusan Teknik Komputer, Universitas Komputer Indonesia. Setelah merasa tersesat di Teknik Komputer, saya mencoba berpindah ke Teknik Informatika dengan alasan mengejar kelas karyawan.

Karena sebetulnya saya sudah bekerja dari sejak kuliah semester kedua, suatu saat saya nekat mengerjakan proyek software pertama saya, yaitu sebuah sistem parkir sederhana untuk salah satu toko komputer di Bandung.

Saya sangat gembira dengan pengalaman ini dan merasa sukses menghasilkan uang untuk pertama kalinya dengan PC yang saya miliki pada saat itu. Pengalaman ini pun saya ceritakan pada dosen hardware saya di kampus. Intinya saya bercerita bahwa pindah ke Software ternyata membawa dampak positif. Saya bisa menghasilkan uang di bidang Software.

Dosen saya merespon usaha saya dan memberikan masukan yang sangat baik. Masukan pertama yang dia berikan adalah literatur “Software Engineering”. Ya, “Software Engineering” yang mana lagi kalo bukan yang punya Pressman terbitan McGraw Hill, disinilah saya mulai membuka mata bahwa dunia software sangat luas dan kita tidak bisa merancang sebuah software dengan asal-asalan. Literatur yang kedua adalah “Power Builder”, namun sampai dengan saat ini, saya tidak tau apa maksudnya dosen saya merekomendasikan software tersebut.

Diakhir pembicaraan dosen saya kemudian menanyakan pertanyaan ini kepada saya, “Kamu bisa jual software dengan harga 2 milyar?”, dan tentu saja saya menjawab “tidak”. Kemudian dia bercerita tentang rekan semasa kuliahnya yang sudah sukses menjual software seharga 2 milyar. Saya sendiri tidak tahu software apa yang dijual tersebut, namun angka ini menurut saya sangat spektakuler untuk sebuah software. Jangankan 2 milyar, Windows original seharga 1 sampai 2 jutaan aja orang malas untuk membelinya.

Namun ternyata fenomena ini sangat mungkin, terlebih lagi untuk perusahaan-perusahaan software besar. Beberapa kali saya menghadiri tender pengadaan Billing System sebuah rumah sakit dan mata saya terbelak melihat angka nilai tender tersebut. Yang paling besar yang pernah saya ikuti bernilai 800 jt. Sedangkan rekan saya yang lain pernah mengikuti paket tender di rumah sakit lain senilai 9 milyar untuk beberapa rumah sakit di Aceh. Luar biasa bukan?

Setelah melalui pengalaman ini, akhirnya saya baru mengerti bahwa pertanyaan dosen saya pada saat itu sangat masuk akal.